Monday, December 28, 2009
MENGGAPAI MARDHATILLAH
Pembina Yayasan Wahba an-Nur
Ma'had Syawarifiyyah Jakarta
Tujuan hidup sebagai orang mukmin adalah mencapai keridhaan Allah SWT (mardhatillah). Oleh karena itu, seorang mukmin meyakini sepenuh hati bahwa al-Qur’an kalam ilahi, dan tidak ada keragu-keraguan didalamnya, sebab segala kandungannya hanya berisikan kebenaran.
Dalam al-Qur’an diterangkan bahwa tujuan hidup seorang muslim adalah mencari ridha Ilahi, yang konsekwensinya akan dibalas dengan surga, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Fajr ayat 27-30:
يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ، ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً ، فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ، وَادْخُلِي جَنَّتِي - الفجر : 27-30 - .
Artinya:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku”.
Bila dicermati, tujuan hidup yang berupa mardhatillah atau mencari keridhaan Allah SWT. dapat dilihat dari lima aspek:
Pertama: Mardhatillah Secara Individual.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa sisi, diantaranya:
1. Keyakinan (aqidah) yang benar dengan mengakui sepenuh hati bahwa Allah SWT. Maha Esa, Pencipta langit dan bumi, Kuasa, Penyayang dan Pengasih terhadap hamba-hambaNya. Rasulullah Saw. selama 13 tahun lamanya berada di Mekah mengajak umatnya untuk bertauhid atau mengesakan Allah SWT. sebagai sang pencipta jagat alam ini. Oleh karena itu, tanpa aqidah yang benar tentang ke-Esaan Allah SWT, niscaya segala urusan duniawi ini akan menjadi hampa. Dan hanya modal aqidah yang lurus yang akan dapat mengantarkan diri manusia kepada ketaqwaan. Dan taqwa itu sendiri secara sederhana dapat dimaksudkan sebagai mengamalkan segala perintah dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya, mengikuti tuntunan sunnah Rasul saw, serta mewaspadai berbagai tipuan duniawi.
2. Amal shaleh, yaitu segala amalan-amalan yang dilakukan dengan baik dan suci bersih menurut ajaran agama. Sebab orang yang beriman adalah orang yang melakukan amal-amal shaleh, sebagaimana firman Allah SWT. dalam surah al-Bayyinah ayat 7:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ - البينة : 7 - .
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”.
3. Akhlak mulia (akhlaqulkarimah). Yaitu tingkah laku, etika, moral yang baik dan suci, yang bersumberkan dari lubuk hati yang bersih. Oleh karena itu akhlaq seperti ini tidak dapat dibuat-buat oleh seseorang. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. menerangkan tentang seutama-utama akhlak:
( قَالَ لِعُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ :أَلآ أُخْبِرُكَ بِأَفْضَلِ أَخْلاَقِ أَهْلِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ! تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ ،
وَتُعْطِيْ مَنْ حَرَمَكَ ، وَتَعْفُوْ مَنْ ظَلَمَكَ ) .
Artinya:
“Rasulullah berkata kepada Uqbah bin Amir: maukah kalian aku beritahukan mengenai sebaik-baiknya akhlak manusia dalam dunia dan akhirat, yaitu: kamu sambung tali silaturrahmi yang orang putuskan, menolong orang yang tidak pernah menolongmu, memberi maaf kepada orang yang telah menzalimi dirimu”.
4. Ilmu yang mendalam dan luas. Ilmu merupakan tuntutan kehidupan manusia, oleh sebab itu muslim yang paripurna adalah yang memiliki ilmu yang mantap, mendalam dan luas, sebagaimana yang tegaskan oleh ulama salaf:
( إِنَّ حَاجَةَ الْمَرْءِ إِلَى الْعِلْمِ أَشَدُّ مِنْ حَاجَتِهِ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّراَبِ )
Artinya:
“Sesungguhnya kebutuhan seorang terhdap ilmu pengetahuan lebih tinggi ketimbang kebutuhannya terhadap makanan dan minuman” .
Secara kenyataan, jelas sekali ilmu pengetahuan itu dibutuhkan oleh manusia berdasarkan beberapa faktor dibawah ini:
a) Ilmu pengetahuan sebagai wasilah yang dapat memisahkan antara suatu kebenaran dan kebatilan.
b) Ilmu pengetahuan sebagai wasilah untuk mengetahui apa yang disyari’atkan dan tidak disyari’atkan oleh agama. Seperti amalan-amalan ibadah, perkara yang haram dan halal, sunnah bid’ah serta hal-hal yang jelek dalam sudut akhlak manusia.
c) Ilmu pengetahuan sebagai penentu bagi suatu keadilan dalam komunitas masyarakat.
Di tempat lain, Rasulullah saw. menjelaskan bahwa seseorang yang bertambah usianya namun tidak bertambah kedekatannya kepada Allah SWT., maka sesungguhnya kehidupannya dengan smakin bertambahnya usia yang panjang tersebut tidak mendapatkan keberkahan. Rasulullah saw bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh at-Thabrani dan Abu Nu’aim:
( إِذَا أَتَى عَلَىَّ يَوْمٌ لاَ أَزْدَاَدُ فِيْهِ عِلْمًا يُقَرِّبُنِي إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، فَلاَ بُوْرِكَ لِي فِي طُلُوْعِ شَمْسِ ذَلِكَ الْيَوْمِ )
Artinya:
“Apabila usiaku bertambah sedang ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT tidak bertambah, maka tiada keberkahan bagiku pada hari dimana matahari terbit”.
5. Kesehatan.
Kesehatan di sini mencakup kesehatan jasmani dan rohani, atau lahir dan batin. Sudah menjadi suatu perintah agama bagi seluruh umat manusia secara umum dan bagi para orang-orang mukmin, Nabi dan Rasul untuk mencari rizqi yang halal, baik dan bersih serta tehindar dari syubhat. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 168:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ - البقرة: 168 - .
Artinya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
Dalam ayat lain dijelaskan seruan seperti seruan diatas, namun dikhususkan perintahnya kepada orang-orang mukmin serta mengandung seruan untuk mensyukurinya, tepatnya peringatan tersebut pada ayat 172 dari surah al-Baqarah, Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ - البقرة : 172 - .
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”.
Adapun seruan yang khusus bagi para rasul-Nya, diterangkan pada surah al-Mu’minun ayat 51:
يَاأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ - المؤمنون : 51 - .
Artinya:
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saIeh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Selanjutnya diterangkan bahwa setelah mendapatkan rizqi yang halal, bersih dan suci dari kebatilah hendaknya ia menginfakkan sebagian harta tersebut kepada orang-orang yang butuh pertolongan, yaitu pada ayat 267 dari surah al-Baqarah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنْ الْأَرْض ِ، وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ - البقرة : 267 - .
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" .
Pada suatu waktu, Sa’ad bin Abi Waqqas berkonsultasi kepada Rasulullah saw. tentang do’a yang dapat dikabulkan Allah SWT. Dan Rasulullah saw. Memberikan saran kepadanya mengenai hal ini dengan berkata:
( يَا سَعْدُ ! أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إِنَّ الْعَبْدَ يَقْذُفُ اللُّقْمَةَ الْحَرَامَ فِي جَوْفِهِ مَا يُتَقَبَّلُ مِنْهُ الْعَمَلُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا ، وَأَيُّمَا عَبْدٍ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سَحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ)
Artinya:
“Wahai Sa’ad! Bersihkanlah makananmu, niscaya do’amu akan terkabulkan. Dan demi jiwa Muhammad seorang hamba yang melemparkan sepotong makanan haram kedalam rongganya, niscaya amal ibadahnya tidak diterima selama empat puluh hari. Begitu halnya dengan seorang hamba yang darah dagingnya tumbuh dari harta yang haram maka tempatnya yang paling baik adalah neraka”.
Kedua: Mardhatillah Dalam Keluarga.
Yaitu terwujudnya iklim rumah tangga yang bahagia atau harmonis yang dibangun atas kasih sayang (mawaddah wa rahmah), sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah ar-Ruum ayat 21:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ - الروم : 21 - .
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Yang dimaksud dengan keluarga, yaitu para anggota keluarga. Seisi rumah yang terdiri dari isteri, anak, cucu dan semua yang ada dalam tanggungan seseorang. Sedangkan mardatillah dalam keluarga ialah keluarga yang terpenuhi oleh beberapa faktor, seperti, saling menyayangi, saling mencintai, saling memahami, saling mendukung, saling memberikan peringatan, saling menghormati, saling menghargai, saling memaafkan, dan saling menasehati antara satu dengan lainnya. Dan dalam hal ini suami sebagai kepala rumah tangga mempunyai kedudukan khusus yaitu bertanggung jawab terhadap keluarganya. Sebab ia adalah pemimpin dalam rumah tangganya, sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nisaa’ ayat 34:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ) - النساء : 34 - .
Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
Hal ini ditegaskan pula oleh Rasulullah saw, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:
( أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَالْأَمِيْرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْهُمْ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْهُمْ ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْهُ ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ)
Artinya:
“Ketahuilah sekalian! Kalian semua bertanggung jawab atas anak buahmu, seorang pemimpin bertanggung jawab atas kaumnya, seorang laki-laki bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, seorang wanita bertanggung jawab atas rumah tangga dan anak-anaknya, seorang hamba sahaya bertanggung jawab atas harta-harta majikannya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian semua bertanggung jawab atas tanggungannya”.
Hadits diatas secara rinci menjelaskan tanggung jawab bagi setiap insan terhadap tanggungannya masing-masing. Pemerintah bertanggung jawab atas rakyatnya, bapak terhadap keluarganya, hamba atau dalam hal ini pembantu rumah tangga terhadap harta majikannya dan lain-lain.
Ketiga: Mardhatillah Dalam Bernegara.
Negara yang besar ditentukan oleh kuantitas dan kwalitasnya, dilengkapi lagi dengan hukum yang adil, dan penduduknya berakhlak mulia dan berbudi luhur. Negara yang demikian merupakan negara ideal yang tentunya berada dalam mardhatillah atau keridaan Allah SWT. Dan rakyatnya akan sejahtera dengan limpahan maghfirah Allah SWT. Namun dengan syarat hendaknya penduduk negara tersebut bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, sebagaimana firman-Nya dalam surah as-Shaba’ ayat 15:
(كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ، بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ )
Artinya:
"Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
Al-Qur’an telah memberikan sebuah perumpamaan terhadap suatu negeri yang aman dan penuh ketenteraman, namun rakyatnya tidak dapat mensyukuri kenikmatan yang diberikan Allah pada mereka, maka Allah SWT tidak segan-segan memberikan ganjaran dan hukuman berupa kelaparan dan ketakutan, sebagaimana dalam surah an-Nahal ayat 112:
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ - النحل : 112 - .
Artinya:
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”.
Keempat: Mardhatillah Dalam Umat Manusia.
Yang dimaksud dengan umat disini adalah segenap komunitas masyarakat seperti, suku, ras, kelompok, organisasi dan komunitas-komunitas lainnya. Dalam hal ini seyogyanya manusia itu berperilaku baik dengan sesamanya, tidak saling menyakiti dan menzalimi, memfitnah dan mencaci maki sehingga timbullah permusuhan-permusuhan yang sepatutnya tidak terjadi antara mereka. Jika segala bentuk dan jenis kebaikan dilakukan, niscaya akan tercipta mardhatillah dalam umat tersebut. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah an-Nahl ayat 97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ - النحل : 97 - .
Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Kelima: Mardhatillah Dalam Alam Semesta.
Untuk mencapai mardhatillah dalam alam dunia ini, hendaknya para penghuninya beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, agar Allah memberikan keberkatan hidup di dalamnya, sesuai yang telah dijanjikan Allah dalam surah al-A’raaf ayat 96:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ - الأعراف : 96 - .
Artinya:
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Wallahu A'lam bi as-Shawab
Jakarta.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment