Pembina Yayasan Wahba an-Nur
PENGERTIAN DUNIA
Kata “dunia” secara etimologi berasal dari kata : دنا , yang artinya : dekat. Dan juga berasal dari kata : َ دَنِىَ – يَدْنِيْ , yang artinya : hina atau rendah. Adapun secara terminologi, Syeikh Muhammad Amin al-Kurdy mendefinisikan dunia dengan perkataannya : وَكُلُّ شَيْءٍ يَشْغُلُكَ عَنِ اللهِ فَهُوَ دُنْيَا , yang artinya : ”yang dinamakan dunia adalah segala sesuatu yang menghalangi kamu dari ibadah kepada Allah SWT” .
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang kita miliki dalam kehidupan dunia ini dan menghalangi atau memalingkan kita untuk beribadah kepada Allah SWT adalah dunia, begitu juga dengan berbagai hal yang mendorong kepada perbuatan maksiat atau kemungkaran kesemuanya itu dinamakan dunia. Oleh sebab itu sebaiknya kita menggunakan waktu kita sebaik mungkin dengan melakukan amalan-amalan shaleh. Karena dunia itu adalah waktunya singkat dan masanya dekat, sebab ia bersifat sementara saja, hanya sebagai tempat persinggahan dan bukan tujuan akhir dalam perjalanan manusia. Dan Rasulullah Saw. bersabda : " اَلدُّنْيَا مَلْعُوْنَةٌ ، مَلْعُوْنٌ مَا فِيْهَا إِلاَّ مَاكَانَ ِللهِ مِنْهَا " artinya : “Dunia itu sebenarnya kutukan. Kutukan beserta semua isinya. Kecuali didalamnya diisisi dengan ibadah kepada Allah SWT”. Di dalam hadits lain dijelaskan bahwa dunia itu dibenci Allah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abi Dunya dari Musa bin Yasir, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw :
"إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَخْلُقْ خَلْقًا أَبْغَضُ إِلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا ، وَإِنَّهُ مَنْذُ خَلْقِهَا لَمْ يَنْظُرْ إِلَيْهَا "
Artinya :
“Sesungguhnya seburuk-buruk ciptaan yang diciptakan oleh Allah adalah dunia. Dan sesungguhnya Allah tidak pernah memandangnya dari semenjak Dia ciptkan dunia tersebut”.
Oleh sebab itu, Allah SWT memberikan peringatan kepada kita agar jangan terjerumus kepada materi (keduniaan) semata-mata, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi dari Abu Darda, Rasulullah Saw. bersabda : "ِاحْذَرُوْا الدُّنْيَا ، فَإِنَّهُ أَسْحَرُ مِنْ هَارُوْتٍ وَمَارُوْتٍ". Yang artinya : “Berhati-hatilah kalian dengan dunia, sebab ia lebih mempesona dari Harut dan Marut” . Dengan demikian, hendaknya dunia itu dijadikan sebagai batu lonjatan untuk menuju akhirat, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asyikin dari Anas, Rasulullah Saw. bersabda :
" لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لِأَخِرَتِهِ ، وَلاَ آخِرَتُهُ لِدٌنْيَاهُ حَتَّىّ يُصِيْبَ مِنْهُمَا جَمِيْعًا ، فَإِنَّ الدُّنْيَا بَلاَغٌ إِلَى الْآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَلاًّ عَلَى النَّاسِ "
Artinya :
“bukanlah suatu kebaikan bagi yang meninggalkan dunia untuk akhirat, begitupun sebaliknya bukanlah suatu kebaikan bagi yang meninggalkan akhirat untuk dunia. Dan yang baik adalah adalah bagi yang mengumpulkan keduanya, sebab sesungguhnya dunia itu jalan untuk menuju akhirat, dan janganlah kalian menjadi beban untuk orang lain”.
Seorang laki-laki berkata kepada Ali bin Abi Thalib : tolong ceritakan kepada kami tentang sifat-sifat dunia, maka ia berkata :
"وَمَا أَصِفُ لَكُمْ مِنْ دَارٍ مَنْ صَحَّ فِيْهَا أَمِنَ ، وَمَنْ سَقَمَ فِيْهَا نَدِمَ ، وَمَنِ افْتَقَرَ فِيْهَا حَزِنَ ، وَمَنِ اسْتَغْنَىْ فِيْهَا فَتِنَ ، فِي حَلاَلِهَا حِسَابٌ ، وَفِي حَرَامِهَا عِقَابٌ "
Artinya: ”Saya jelaskan padamu sifat-sifat dunia yaitu, suatu tempat yang orang di dalamnya sehat merasa aman, orang yang sakit di dalamnya merasa menyesal, orang yang fakir di dalamnya merasa sedih, orang yang berkecukupan di dalamnya merasa terpesona, dalam perkara halalnya terdapat ganjaran dan dalam perkara haramnya terdapat siksaan” .
Ustman r.a. berkata:
"هَمُّ الدُّنْيَا ظُلْمَةٌ فِي الْقَلْبِ ، وَهَمُّ الآخِرَةِ نُوْرٌ فِي الْقَلْبِ"
Artinya: “Tumpuan perhatian terhadap dunia merupakan kegelapan dalam hati, sedangkan tumpuan perhatian terhadap akhirat merupakan cahaya dalam hati”.
Umar r.a. berkata:
"عِزُّ الدُّنْيَا بِالْمَالِ ، وَعِزُّ الآخِرَةِ بِصَالِحِ الأَعْمَالِ"
Artinya: “Kemuliaan dunia diukur dengan harta benda, sedangkan kemuliaan akhirat diukur dengan amalan-amalan shaleh” .
Pernah suatu ketika seseorang minta nasehat kepada Ibrahim bin Adham, lalu beliau berkata:
"إِذَا رَأَيْتُمُ النَّاسَ مَشْغُوْلِيْنَ بِأَمْرِ الدُّنْيَا فَاشْتَغِلُوْا بِأَمْرِ الآخِرَةِ ، وَإِذَا اشْتَغَلُوْا بِتَزْيِيْنِ ظَوَاهِرِهِمْ فَاشْتَغِلُوْا بِتَزْيِيْنِ بَوَاطِنِكُمْ ، وَإِذَا اشْتَغَلُوْا بِعِمَارَةِ الْبَسَاطِيْنِ وَالْقُصُوْرِ فَاشْتَغِلُوْا أَنْتُمْ بِعِمَارَةِ الْقُبُوْرِ ، وَإِذَا اشْتَغَلُوْا بِعُيُوْبِ النَّاسِ فَاشتَْغِلُوْا بِعُيُوْبِ أَنْفُسِكُمْ ، وَإِذَا اشْتَغَلُوْا بِخِدْمَةِ الْمَخْلُوْقِيْنَ فَاشْتَغِلُوْا بِخِدْمَةِ الْخَالِقِ رَبُّ الْخَلاَئِقِ أَجْمَعِيْنَ"
Artinya: “apabila kamu melihat orang-orang disibukkan dengan perkara dunia, maka hendaknya kamu sibuk dengan perkara akhirat. Jika mereka sibuk menghiasi zahirnya, maka hendaknya kamu sibuk menghiasi batinmu. Jika mereka sibuk membangun kebun-kebun dan istana-istananya, maka hendaknya kamu sibuk membangun kuburanmu. Jika mereka sibuk dengan kekurangan orang lain, maka hendaknya kamu sibuk dengan kekurangan dirimu sendiri. Jika mereka sibuk melayani makhluk, maka hendaknya kamu sibuk melayani Sang Pencipta semua makhluk” .
Abul Laits as-Samarqandi meriwayatkan hadit Rasululah Saw. Beserta dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
مَنْ طَلَبَ الدُّنْيَا حَلاَلاً اِسْتِعْفَافًا عَنِ الْمَسْأَلَةِ وَسَعْيًا عَلَى أَهْلِهِ وَتَعَطُّفًا عَلَى جَارِه بَعَثَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَوَجْهُهُ كَالْقَمـَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ، وَمَنْ طَلَبَ الدُّنْيَا حَلاَلاً مُكَاثِرًا مُفَاخِرًا مُرَائِيًا لَقِيَ اللهَ تَعَالَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ هُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانٌ .
Artinya: “Barang siapa mencari dunia secara halal bertujuan untuk tidak mengemis dan berusaha untuk memenuhi kebetuhan keluarganya serta mengasihi tetangganya, maka dia akan dibangkitkan oleh Allah SWT pada hari kiamat dengan wajah yang bersinar bagaikan bulan purnama pada malam peperangan Badar. Dan barang siapa yang mencari dunia seara halal bertujuan untuk berbangga diri serta riya, maka pada hari kiamat ia akan bertemu Allah dalam keadaan marah dan murka”.
Ada enam aspek untuk mencapai kestabilan dan keseimbangan dunia, yaitu:
1. Taat dan patuh terhadap aturan-aturan agama.
2. Tegar, disiplin dan adilnya seorang pemimpin negara.
3. Keadilan merata bagi seluruh rakyat.
4. Keamanan merata dan stabil dalam negri.
5. Ekonomi negara stabil, maju serta merata .
6. Cita-cita yang tinggi sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan demikian, agama dan dunia tidak dapat ditegakkan kecuali dengan empat perkara, sebagaimana yang dikatakan oleh Nashr bin Yahya:
"لاَ يَقُوْمُ الدِّيْنُ وَالدُّنْيَا إِلاَّ بِأَرْبَعَةٍ : اَلْعُلَمَاءُ وَالْأُمَرَاءُ وَالْغُزّاةُ وَأَهْلُ الْكَسْبِ"
Artinya;
“Agama dan dunia ditegakkan dengan empat hal, yaitu: Ulama, Umara (pemimpin, presiden), Pertahanan dan Pengusaha”.
PENGERTIAN AKHIRAT
Syeikh Muhammad Amin al-Kurdy memberikan sebuah definisi tentang akhirat yaitu:
وَكُلُّ شَيْءٍ يُعِيِْنُكَ عَلَى التَّوَجُّهِ إِلَى اللهِ فَهُوَ أُخْرَىْ
Artinya: “Segala sesuatu yang membantu kamu untuk menyerahkan diri pada Allah SWT, maka itu dinamakan Akhirat” .
Dari perkataan diatas, dapat dipahami bahwa segala yang kita miliki dalam kehidupan ini, baik yang berupa benda, pangkat, jabatan atau berupa kemewahan lainnya yang menggerakkan hati kita untuk menyerahkan diri kepada Allah SWT, maka kesemuanya itu masuk katagori akhirat, dan lebih mulia dan kekal daripada dunia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-A’laa ayat 17 :
وَالاَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىَ - الأعلى : 17 -
Artinya:
“Akhirat itu lebih baik dan lebih kekal”.
Di ayat yang lain Allah berfirman:
وَلَلاَخِرَةُ خَيْرٌ لّكَ مِنَ الاُولَىَ - الضحى : 4 - .
Artinya:
“Sungguh akhirat itu lebih baik bagi kamu (Muhammad) daripada dunia”.
PERUMPAMAAN KEHIDUPAN DUNIA
Allah SWT memberikan perumpamaan kehidupan dunia dalam al-Qur’an dengan perumpamaan turunnya air hujan dari langit, sebagaimana firman Allah dalam surah Yunus ayat 24 :
إِنّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السّمَآءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ مِمّا يَأْكُلُ النّاسُ وَالأنْعَامُ حَتّىَ إِذَآ أَخَذَتِ الأرْضُ زُخْرُفَهَا وَازّيّنَتْ وَظَنّ أَهْلُهَآ أَنّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَآ أَتَاهَآ أَمْرُنَا لَيْلاً أَوْ نَهَاراً فَجَعَلْنَاهَا حَصِيداً كَأَن لّمْ تَغْنَ بِالأمْسِ كَذَلِكَ نُفَصّلُ الاَيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكّرُونَ - يونس : 24 - .
Artinya:
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir".
Juga dalam surah al-Kahfi ayat 45 Allah SWT berfirman:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنْ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا - الكهف : 45 - .
Artinya:
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Di lain tempat Rasulullah Saw. pernah memberi perumpamaan kehidupan dunia dengan pakaian yang sobek, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas yang berbunyi:
( مَثَلُ هَذِهِ الدُّنْيَا مَثَلُ ثَوْبٍ شُقَّ مِنْ أَوَّلِهِ إِلَى آخِرِهِ ، فَبَقِيَ مُتَعَلِّقَةً بِخَيْطٍ فِِي آخِرِهِ فَيُوْشِكُ ذَلِكَ الْخَيْطُ أَنْ يَنْقَطِعَ ) .
Artinya:
“Perumpaaan kehidupan dunia ini seperti pakaian yang sobek dari awal sampai ujungnya, maka pakaian tersebut hanya bisa bertahan dengan jahitan yang ada pada ujungnya, sehingga hampir saja benang jahitannya itu terputus”.
Rasulullah Saw. memberi perumpamaan dunia ini seperti orang yang sedang berjalan diatas air, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi dari al-Hasan yang bunyinya seperti dibawah ini:
( إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الدُّنْيَا كَالْمَاشِي فِي الْمَاءِ ، هَلْ يَسْتَطِيْعُ الَّذِي يَمْشِي فِي الْمَاءِ أَنْ لاَ يَبْتُلَ قَدَمَاهُ؟ )
Artinya:
“Perumpamaan kehidupan dunia ini seperti orang yang berjalan diatas air, apakah ia mampu berjalan diatas air tersebut tanpa membasahi telapak kakinya?”.
Nabi Isa As. memberikan perumpamaan kehidupan dunia laksana orang yang yang minum air laut, beliau berkata:
( مَثَلُ طَالِبِ الدُّنْيَا مَثَلُ شَارِبِ مَاءِ الْبَحْرِ ، كُلَّمَا ازْدَادَ شَيْءٌ يَزْدَادُ عَطْشًا حَتَّى يَقْتُلَهُ )
Artinya:
“Perumpamaan orang yang menuntut kehidupan dunia bagaikan orang yang minum air laut, setiap kali ia minum ia semakin merasa haus sampai membuatnya mati”.
Rasulullah Saw. Juga pernah memberikan perumpamaan keberadaannya di dunia ini seperti orang yang berkendaraan dan mampir untuk istirahat sejenak dibawah pepohonan lalu pergi, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah Saw. bersabda:
( مَالِي وَللِدّنْيَا ، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ، ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا )
Artinya:
“Tiadalah berarti bagiku dunia ini, didunia ini aku bagaikan orang yang berkendaraan dan mampir bernaung dibawah pohon, kemudian pergi meninggalkan pohon tersebut”.
Dalam suatu riwayat al-Atsar dijelaskan bahwa perumpamaan orang mukmin yang berpaling dari dunia atau tidak terlalu cinta dan tidak tertarik kepada keduniaan, bagaikan sebuah janin dalam kandungan ibunya, dan ia tidak ingin kembali lagi ke tempatnya semula. Bunyi al-Atsar tersebut sebagai berikut:
( إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ فِي الدُّنْيَا كَمَثَلِ جَنِيْنٍ فِي بَطْنِ أُمِّهِ إِذَا خَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا بَكَى عَلَى مَخْرَجِهِ حَتَّى إِذَا رَأَى الضَّوْءَ لَمْ يُحِبَّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى مَكَانِهَا ، وَكَذَلِكَ الْمُؤْمِنُ يَجْزَعُ مِنَ الْمَوْتِ إِذَا أُقْضَى إِلَى رَبِّهِ لِمْ يُحِبَّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا كَمَا لاَ يُحِبَّ الْجَنِيْنُ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى بَطْنِ أُمِّهِ )
Artinya:
“Sesungguhnya perumpamaan orang mukmin didunia ini seperti janin didalam perut ibunya, apabilah ia keluar dari perut ibunya maka akan menangis hingga melihat cahaya dan ia tidak ingin kembali lagi ketempatnya semula. Demikian pula orang mukmin yang takut akan kematian bila sudah dihadapkan kepadaTuhannya ia tidak ingin kembali lagi kedunia ini seperti halnya janin yang tidak ada keinginan untuk kembali ke perut ibunya”.
Luqmanul Hakim pernah pada suatu saat memberikan wejangan kepada anaknya tentang perumpamaan dunia ini, ia berkata pada anaknya:
( يَابُنَيَّ ! إِنَّ الدُّنْيَا بَحْرٌ عَمِيْقٌ ، وَقَدْ غَرِقَ فِيْهِ نَاسٌ كَثِيْرٌ ، فَلْتَكُنْ سَفِيْنَتُكَ فِيْهَا تَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَحَشْوُهَا الإِيْمَانُ بِاللهِ تَعَالَى ، وَشِرَائُهَا التَّوَكُّلُ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، لَعَلَّكَ تَنْجُوْ وَمَاأَرَاكَ نَاجِيًا )
Artinya:
“Wahai anakku! Ketahuilah bahwa sesungguhnya dunia ini merupakan lautan yang dalam dan luas, maka hendaklah engkau isi perahumu dengan ketaqwaan kepada Allah SWT, dan di dalamnya diisi dengan keimanan kepada Allah SWT, sedangkan layarnya diisi dengan tawakkal kepada Allah SWT. Mudah-mudahan kamu selamat, namun saya tidak melihat kamu selamat” .
KEUTAMAAN AKHIRAT
Kehidupan dunia ini bersifat sementara, dan kehidupan akhirat sifatnya kekal abadi, maka sepatutnya kita memilih dan mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Allah SWT berfirman dalam surah al-Qashash ayat 77, sebagaimana berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنْ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ - القصص : 77 - .
Artinya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (keba-hagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) se-bagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu ber-buat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang yang mencintai kehidupan dunianya saja maka akhiratnya akan rusak. Dan sebaliknya orang yang mencintai akhiratnya saja maka dunianya akan rusak. Oleh karena itu Rasulullah Saw. meberikan suatu solusi, yaitu hendaknya seseorang lebih baik memilih akhirat dan mengutamakannya, sebab akhirat sifatnya kekal abadi, sesuai hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari Abi Musa, Rasulullah Saw. bersabda:
( مَنْ أَحَبَّ دُنْيَاهُ أَضَرَّ بِآخِرَتِهِ ، وَمَنْ أَحَبَّ آخِرَتَهُ أَضَرَّ بِدُنْيَاهُ ، فَأَكْثِرُوْا مَا يَبْقَىْ عَلَى مَا يَفْنَى )
Artinya:
“Barang siapa yang mencintai dunianya, akan menjadi rusak akhiratnya, dan orang yang mencintai akhiratnya akan rusak dunianya, namun pilihlah yang sifatnya kekal abadi ketimbang yang akan lenyap”.
Ditempat lain Luqmanul Hakim menasehati anaknya tentang dua kehidupan dunia dan akhirat, ia berkata:
( يَابُنَيَّ ! بِعْ دُنْيَاكَ بِآخِرَتِكَ تَرْبَحُهُمَا جَمِيْعًا ، وَلاَ تَبِعْ آخِرَتَكَ بِدُنْيَاكَ تَخْسَرْهُمَا جَمِيْعًا )
Artinya:
“Wahai anakku!, juallah kehidupan duniamu demi kehidupan akhiratmu, niscaya kamu akan mendapatkan kedua-duanya. Dan jangan sekali-kali kamu jual kehidupan akhiratmu demi kehidupan duniamu, sebab hal itu akan membuatmu kehilangan kedua-duanya”
0 komentar:
Post a Comment