Monday, November 4, 2013
RENUNGAN DIRI DI AWAL TAHUN BARU HIJRIAH 1435
RENUNGAN
DIRI DI AWAL TAHUN BARU HIJRIAH 1435
Profesor. Madya Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni
Ketua Program Pengajian Akidah dan Agama
Universiti Sains Islam Malaysia
Kesehatan
adalah modal paling utama dalam hidup ini, kita mampu melakukan sesuatu dan
berbagai macam aktifitas, karena kita memiliki suatu nikmat yang paling besar
yaitu nikmat kesehatan. Namun terkadang manusia baru merasakan betapa
pentingnya kesehatan tatkala kesehatan bermasalah, menurun atau hilang dari
dirinya. Seseorang baru merasakan pentingnya keberadaan telinga kalau sudah
tuli. Seseseorang baru merasakan peranan gigi dan betapa indahnya gigi itu
kalau sudah ompong. Seseseorang baru menginsafi tentang pentingnya rambut kalau
sudah botak. Seseorang baru merasakan pentinganya warna hitam rambut manakala
ia sudah menjadi putih. Seseorang baru merasakan nikmatnya mata kalau ia
diserang kebutaan. Secara ringlkasnya, sepanjang anggota badan ini lengkap dan
berfungsi, dalam kondisi on dan tidak off, maka kita sering melupakan bahwa
sebenarnya itu semua adalah nikmat dan anugerah Allah swt.
Di
dalam al-Qur'an telah dikatakan:
لئن
شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم إن عذابي لشديد
"Sepanjang
hamba itu bersyukur, maka Aku akan menambahkan nikmat tersebut. Namun kalau ia
ingkar tidak pandai mensyukurinya, maka niscaya azabKu amat pedih",
na'uzubillah min zalik.
Ini
adalah janji Allah.
Begitulah
kesehatan ini menjadi modal asas dan utama dalam kehidupan kita. Setiap pagi
kita bangun dan terus pergi bekerja di fakulti yang kita cintai ini. Kemudian
yang bekerja sebagai pensyarah akan masuk dalam kelas mengajar, dan yang
bertugas di bagian pentadbiran akan mengurus apa saja yang menjadi tugasnya.
Kesemuanya dapat berjalan lancar hanya karena satu factor, yaitu adanya modal
kesehatan.
Lawan
dari sehat adalah sakit. Manusia itu terdiri dari dua unsur atau dua elemen,
yaitu jasmani dan rohani. Namun sayang seribu sayang, terkadang manusia hanya
sibuk memperhatikan aspek zahiriyah yaitu jasmani. Dalam satu hari kita
mandikan jasmani kita dua atau tiga kali, kemudian kita belikan pakaian, kita
tutup badan kita dengan sempurna, kita belikan pakaian yang mahal-mahal, comel,
cantik dan menawan hati siapa yang melihatnya, bukan hanya sampai disitu saja
bahkan ditambah lagi dengan parfum dan wangi-wangian yang serba harum, ditambah
dengan segala aksoseris yang nampak di mata, dengan tujuan semata-mata hanya
untuk menutup dan memperindah pandangan orang terhadap luaran jasmani kita. Dan
yang menjadi pertanyaan: pernahkah kita memikirkan keindahan rohani kita,
pernahkah berpikir bagaimana mempercantik hati kita. Adakah ada saat-saat
tertentu dalam kehidupan kita yang kita khususkan untuk memperelok batin dan
jiwa kita? Kita hiasai hati dengan jiwa yang sabar, tawadhu'. Kita kosongkan
hati kita dari berbagai sifat-sifat mazmumah yang dibenci dan dimurkai oleh
Allah swt, seperti sikap sombong, bongkak, congkak, angkuh dan
saudara-saudaranya. Kita kosongkan hati kita dari rasa dengki, hasud, iri hati
dan saudara-saudaranya. Dan sebaliknya kita isi hati kita dengan sifat-sifat
mahmudah atau yang sifat yang dipuji Allah, sikap lembut, sikap toleran, lapang
dada dan sebagainya.
Begitu
juga kalau kita berbicara tentang penyakit. Kita akan sibuk kalau kita diserang
penyakit zahir, seperti sakit gigi, sakit kepala, dan penyakit lainnya. Kita
tidak mungkin tinggal diam menghadapi penyakit zahir yang menimpa kita. Kita
akan berobat ke dokter spesialis, tidak kisah walaupun beratus atau beri-ribu
ringgit akan kita keluarkan.
Imam
Ghazali membagi penyakit kepada dua bagian,
pertama penyakit zahir dan kedua penyakit batin atau rohani. Dan perbezaan
antar dua penyakit ini adalah:
1) Penyakit zahir banyak
pakarnya, penyakit cancer ada dokternya, penyakit jantung ada dokternya, bahkan
penyakit kulitpun ada dokternya. Sedangkan penyakit batin atau rohani dokternya
hanyalah agama dan kemauan yang kuat serta azam yang tinggi dari orang yang
berpenyakit hati tersebut untuk mengobati dirinya. Oleh karena itu penyakit
batin tidak mempunyai pakar dan tidak memiliki dokter. Pernahkah tuan-tuan dan
puan-puan mendengar dokter pakar penyakit sombong, pakar dalam penyakit hasud,
pakar dalam penyakit kedekut, dengki dan iri hati?. Dan kalau ada tolong
sharing, sebab sayapun teringin tahu penyakit dalaman hati saya. Jadi penawar bagi
penyakit rohani adalah agama saja, yaitu melalui riyadhah atau pelatihan rohani
yang ditawarkan oleh agama. Firman Allah:
ألا بذكر الله تطمئن
القلوب
"Ingatlah
dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang"
2) Penyakit zahir dapat
dideteksi dan dilacak oleh orang yang memiliki penyakit tesebut, contohnya
orang yang yang sakit-gigi akan mengetahui kalau dirinya sedang sakit gigi.
Orang yang sakit kepala akan tahu kalau dirinya sedang mengalami pening. Namun
yang aneh kalau penyakit batin, bagi orang yang memiliki penyakit ini ia tidak
merasa kalau dirinya berpenyakit rohani, dan justru orang lainlah yang mampu
mendeteksi atau melihat bahwa orang tersebut memiliki penyakit sombong, iri
hati, hasud, dengki, bakhil bin kikir. Oleh karena itu terkadang ada orang
kerjanya setiap hari berusaha semaksimal mungkin dan bersusah payah
mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain, padahal dia sendiri tidak
terlepas dari sifat yang ia cari pada diri orang lain. Orang yang sombong akan
menganggap kalau kesombongannya itu adalah sesuatu wajar dan biasa saja, orang
yang kikir akan menganggap sifat ini biasa saja, dengan alasan inikan sikap
penghematan. Dalam hal ini Rasulullah saw pernah bersabda:
طوبى لمن شغله عيبه عن عيوب
الناس
Oleh
karena itu, sayyidina Umar bin Khattab ketika melakukan meeting atau perjumpaan
sering bertanya kepada orang tentang dirinya: “wahai saudaraku kau lihat saya
ini ada sifat sombong atau tidak? Saya ini kikir apa tidak? Apakah engkau
melihat ada tanda-tanda iri hati, hasad dan dengki pada diri saya atau tidak
ada? Seperti inilah perangai Umar bin Khattab yang selalu meminta
rakan-rakannya untuk menilai hatinya dan perilakunya.
Kalau
kita, jangankan bertanya dengan orang lain mengenai perangai kita, bahkan jika
ada orang menilai kita sebagai orang yang sombong maka kita anggap penilaiannya
itu sebagai suatu ajakan untuk berperang. Oleh karena khalifah Umar berkata:
"Manusia
Yang Berakal Ialah Manusia Yang Suka Menerima Dan Meminta Nasihat Orang Lain"
3) Kesan penyakit zahir
hanya di dunia saja. Makanya kita kadang mendengar bahwa si fulan meningga
dunial akibat terkena serangan jantung, darah tinggi, cancer, dll. Sedangkan di
akhirat nanti penyakit zahir ini tidak ada kesannya. Maksudnya, penduduk neraka
nanti kalau ditanya kenapa kamu masuk neraka, jawabannya tidak mungkin dia
berkata oh saya masuk neraka karena saya berpenyakit cancer, darah tinggi, dan
jantung.
Sedangkan
kesan penyakit rohani akan merusak kehidupan dunia dan kehidupan akhirat
seseorang. Dalam kehidupan dunia, orang yang memiliki sifat sombong bin angkuh,
hasud, tukang menadu domba, pasti akan dikucilkan dari pergaulan sekeliling.
Dan di akhirat tentu kesan penyakit hati ini akan jauh lebih dahsyat. Neraka menanti,
menunggu, dan meng-alu alukan kedatangannya. Betapa tidak, dalam hadits Nabi
saw dikatakan:
إياكم والحسد فإن الحسد يأكل
الحسنات كما تأكل النار الحطب
“Berhati-hatilah kalian
dengan sifat hasad. Sesungguhnya sifat hasad membinasakan semua kebaikan
sebagaimana halnya api membinasakan kayu bakar”.
Iri
hati seseorang kepada orang lain, menandakan ia ingin seperti orang tersebut,
namun ia tidak mampu sepertinya, dan hakikatnya ia orang yang tidak mengakui
adanya takdir ilahi.
) وَلا
تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ
نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا
اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا(
“Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (an Nisa’:
32).
Untuk
mengontrol dan mengobati penyakit hati di atas, maka ada baiknya mengamalkan
sebuah nasehat dari seorang tokoh ulama sufi
terkenal bernama Imam Yahya bin Mu'az
ar-Razi, beliau wafat tahun 258 Hijriah, beliau sangat aktif memberikan
nasehat-nasehat agama, pada kali ini beliau mengajarkan tentang cara
bersosialisasi yang baik dan bijak antara sesama manusia, beliau mengatakan:
"لِيَكُنْ حَظ الْمُؤْمِنِ مِنْكَ ثَلاَثَة: إِنْ لَمْ
تَنْفَعْهُ فَلاَ تَضُرُّهُ، وَإِنْ لَمْ تُفْرِحْهُ فَلاَ تَغُمُّهُ، وَإِنْ لَمْ
تَمْدَحْهُ فَلاَ تَذُمُّهُ"
"Tiga
perkara dalam pergaulan seorang mu’min: Kalau
engkau tidak sanggup membantu orang lain (bagi manfaat), maka janganlah
merugikan dia, dan kalau engkau tidak sanggup menghibur orang lain (bagi
senang), maka janganlah membuatkan dia sedih (susah), kalau engkau tidak
sanggup memuji orang lain, maka janganlah mencelanya".
Dari
ucapan beliau di atas maka kita dapat menarik beberapa I’tibar dan pelajaran
berharga, demi menjaga hubungan sosial sesama makhluk Allah, yaitu:
1. MEMBERIKAN BANTUAN,
adalah sifat tolong-menolong yang sudah menjadi sebuah kewajiban dan keharusan
dalam agama, sebab manusia merupakan makhluk sosial, sebagai insan yang
memerlukan khidmat orang lain, dalam hal ini, minimal tindakan yang perlu
dilakukan kalau tidak mampu menolong, membantu dan bagi manfaat kepada orang
lain, yaitu tidak merugikan orang yang sepatutnya
di tolong, firman Allah:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran”. (al-Maaidah, ayat: 2).
2. MEMBUAT ORANG SENANG, "وَبَشِّرْ" kata
ini disebutkan 18 kali dalam al-Qur’an, kata tersebut bertujuan untuk
menggalakan penyebaran berita gembira dan senang bagi orang mu’min dan sabar,
kalaupun tidak dapat memberikan sebuah kabar, berita dan maklumat yang boleh
menyenangkan hati orang, maka minimal janganlah membuat orang bersedih hati.
Rasul pernah bersabda:
فَسَدِّدُوْا وَقَارِبُوْا وَأَبْشِرُوْا
“Bertindaklah secara
sederhana, dan tetaplah berusaha serta sebarkan kegembiraan dan kesenangan di
antara kamu”.
3. MEMUJI ORANG, sudah
menjadi tabi’at manusia ia lebih suka dipuji daripada dihina, Islam membolehkan
pujian, namun tidak berlebihan, sebab ditakutkan orang yang dipuji akan lupa
diri, sehingga menjadi sombong, dan akhirnya binasa, sabda Rasul Saw:
إِيَّاكُمْ
وَالْمَدْحَ فَإِنَّهُ الذَّبْحُ
"Hindarilah
sanjung-menyanjung karena hal itu merupakan penyembelihan (kebinasaan)".
Karena agama sangat
berhati-hati dalam pemberian pujian dan sanjungan, maka minimal perkara yang
sangat penting untuk di hindari kalau tidak mampu memberikan sedikit sanjungan
dan pujian, adalah tidak mencela dan menghina orang lain.
Inilah
prinsip bersosialisasi dan berinteraksi yang diajarkan oleh agama, yang
dibangun atas tiga sikap:
-Sikap
menghargai, bukan menghina orang.
-Sikap
mengangkat, bukan menjatuhkan orang.
-Sikap
memberikan manfaat, bukan memanfaatkan orang.
Wallahu
A'lam
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment