Friday, May 4, 2012

MEMURNIKAN AKIDAH

             KHUTBAH JUM’AH
UNIVERSITI SAINS ISLAM MALAYSIA

MEMURNIKAN  AKIDAH
DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni
Head Programme of Da'wah and Islamic Management
Islamic Science University of Malaysia


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الخطبة الأولى:
قال الله تعالى في القرآن الكريم: )وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون( -الذاريات: 56 -.
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، منزه عن الصاحبة والولد، أول بلا إبتداء، دائم بلا نهاية، ولا يكون إلا ما يريد. وأشهد أن محمدا عبد الله ورسوله، بلغ الرسالة وأدّى الأمانة ونصح الأمة وكشف الغمة وجاهد في  الله حق جهاده. أما بعد:
فيا عباد الله، أوصيكم ونفسي بتقوى الله ...
Hadirin Jama’ah Jum’at USIM rahimakumullah:
                Pada zaman akhir ini, kesyirikan sudah dikemas dengan berbagai macam bentuk dan keindahan sehingga terkadang seorang muslim jatuh kedalam kesyirikan tanpa sadar. Ada ramalan nasib, ada ramalan rezeki, ada ramalan karir, bahkan ada ramalan benda yang hilang, dan berbagai macam ramalan-ramalan yang ditawarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam masyarakat. Hal ini kesemuanya adalah perkara ghaib, yang merupakan kekhususan bagi Allah semata. Hingga Nabi Muhammad Saw, atau Malaikat Jibril pun tidak mengetahui hal yang ghaib. Sehingga seseorang tidak akan mengetahui kapan dia akan meninggal dunia (mati), bagaimana karir, pekerjaannya di masa datang, begitu juga mengenai permasalahan cinta, jodoh, keberuntungan, rezeki, nasib, barang yang hilang, dll.
Dari fenomena di atas khatib akan membincangkan tajuk “MEMURNIKAN AKIDAH”.
                Jama’ah USIM yang diberkahi Allah.
Sikap hidup  dan tindakan seseorang dibentuk dan ditentukan oleh apa yang ia yakini, sebagai seorang mu’min, tentu keyakinan kita berakar dari dua kalimah syahadat. Yaitu :
(أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ وَأَشْهَدُ أَنَّ  مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ)
          Kalimat  inilah yang dikenal sebagai kalimat  “Tauhid”,  dan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) tersusun dari dua kalimat (لا إله) yang dikenal dengan “kalimat penapian” dan (إلا الله) yang dikenal dengan “kalimat istbat (penetapan)”, kedua kalimat tersebut (penapian) dan (penetapan) dikenal dengan dua rukun kalimat tauhid, dan itulah hakekat tauhid. Dan (إله) dalam bahasa arab artinya (معبود) “yang diibadati atau yang disembah”.
Maksudnya: kalimat penapian (لا إله) menapikan seluruh peribadatan kepada selain Allah, dan (إلا الله) menetapan bahwa peribadatan yang hak dan benar semata mata hanya kepada Allah. Maka makna dari (لا إله إلا الله) yaitu (لا معبود بحق إلا الله) “tiada yang berhak diibadati secara benar kecuali Allah”.
Aqidah atau ideologi, sering disebut dan dinamai sebagai kepercayaan. Dari segi etimologi ”Aqidah” berasal dari perkataan arab: “عَقَدَ”, yang artinya mengikat, ikatan dan simpul, diartikan juga sebagai kontrak, transaksi dan perjanjian”. Dan perkataan ’Aqada’ disinonimkan dengan: ”عَهِدَ” dan ”وَثَقَ.
Oleh karena itu Aqidah diartikan sebagai “Ikatan yang erat kokoh dan pegangan yang kuat”. Dikatakan demikian, karena aqidah tidak menerima hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan.
Dalam agama Islam, aqidah berbentuk keyakinan, dan bukan berbentuk amalan (Practical) atau perbuatan. Seperti seseorang berkeyakinan tentang eksistensi (keberadaan) Allah swt, dan keyakinan tentang diutusnya seorang Nabi dan Rasul. Bentuk plural daripada Aqidah adalah (Aqaa`id).
Adapun dari segi terminologi, aqidah bermakna: “Perkara-perkara yang dibenarkan dan diakui sepenuhnya oleh hati manusia, dan merasa tenang dengan keyakinan tersebut, oleh karena itu tidak timbul sama sekali keraguan dalam hatinya”.  Dengan demikian, Aqidah itu adalah suatu ajaran yang diyakini oleh seseorang dengan penuh keyakinan, sama halnya keyakinan itu baik ataupun buruk.
                Aqidah Islam adalah keimanan dan kepercayaan yang penuh dan mantap terhadap Allah swt, para Malaikat, Kitab-Kitab, para rasul,Hari kiamat, qadha dan qadar (takdir ilahi), percaya sepenuh hati terhadap kejadian-kejadian di alam ghaib serta pokok-pokok ajaran agama, dan tunduk terhadap perintah dan segala keputusan yang ditetapkan oleh Allah, juga mengikuti ajaran agama yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Hadirin Jama’ah Jum’at  Rahimakumullah:
                Sehubungan dengan kalimat  tauhid di atas, maka seorang mu’min jika minta pertolongan, bantuan dan apapun halnya mesti meminta kepada Allah yang Maha Besar.  Oleh karena itu dalam bacaan al-Fatihah sudahpun ditegaskan oleh Allah pada  ayat kelima,  yaitu:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
”Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”
                Ayat  ini, merupakan ikrar, janji dan kontrak seorang mu’min dihadapan Allah, yang kontentnya adalah, beriman dan percaya sepenuh dan seyakin-yakinnya  bahwa kepada Allah ia menyembah dan kepada Allah pula ia meminta segala sesuatu dari-NYa. Oleh karena itu suatu keanehan jika seseorang shalat menghadap Allah, namun tatkala memerlukan sesuatu, ia minta bantuan kepada selain Allah, contoh seorang peniaga, pedagang agar urusan perniagaannya laris, lancar dan berjaya, ia jumpa bomo. Ini sama saja merusak kontrak dan perjanjian kepada Allah, sehingga ia tukar ayat Allah yang asalnya وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ إِيَّاكَ نَعْبُدُ diganti dengan وَإِلَى بُوْمُوْ نَسْتَعِيْنُ. Kalau begini jadinya, maka  tentu akidahnya rusak bahkan sudah masuk dalam wiliyah syirik atau memepersekutukan Allah Swt.

Dalam hadits disebutkan:
"مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ e"
“Barangsiapa mendatangi bomoh/dukun/peramal, lalu ia membenarkan ucapannya, berarti ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad” (HR. Ahmad No. 9252. Abu Daud, no. 3904).
Hadits lain:
"مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ فَصَدَّقَهُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةً أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا"
 “Barang siapa yang mendatangi Al-’Arraf (dukun), lalu dia bertanya kepadanya tentang sesuatu, lalu kemudian dia membenarkannya, maka tidak akan diterima shalat orang tersebut selama 40 hari” (HR. Muslim No. 5957). 
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، كُنْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ e يَوْمًا، فَقَالَ لِي: "يَا غُلاَم، إِنّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظُكَ، اِحْفَظِ اللهِ تَجِدْهُ تُجاهَكَ، وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِِذَا اسْتَعَنْتَ فَاستَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَن يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَن يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ، وَجَفَّتِ الصُّحُفُ".
Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata : Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda : “Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR Tirmidzi No. 2516).

Jama’ah Jum’at Yang Dirahmati Allah:
Tauhid menurut bahasa, sebagaimana yang disebutkan dalam kamus dan mu’jam Arab, yaitu berasal dari perkataan arab  "وَحَّدَ"  artinya menyatukan sesuatu,  dan kalimah tersebut menunjukkan sesuatu yang tunggal, dalam artian tidak memiliki kesamaan dari sesuatu, oleh karena itu untuk menunjukkan keesaan Allah maka orang arab mengatakan "اَللهُ وَاحِدٌ" bermaksuk Allah adalah Esa dan tidak ada yang menyamaiNya dari segala hal. Dengan demikian perkataan tauhid "التوحيد" mengandung makna pengetahuan tentang keesaan Allah Swt, tidak ada tandingan, saingan dan sama denganNya. Oleh karena itu kalau seseorang tidak berkeyakinan demikian -mengesakan Allah-  maka sesungguhnya ia tidak bertauhid.
Adapun kalimah tauhid menurut terminologi adalah mengesakan Allah terhadap apa saja yang khusus bagi diriNya, seperti keilahian, ketuhanan, dan nama-nama serta sifat-sifatNya. Dan penggunaaan istilah dan maknanya terdapat dalam al-Qur’an al-Karim seperti beberapa firman Allah di bawah ini:
)قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، اَللهُ الصَّمَدُ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ،، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ( -الإخلاص: 1-4)
                ”Katakanlah:"Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (al-Ikhlas, 1-4).
)وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ( -البقرة: 163-
”Dan Ilah kamu adalah Ilah Yang Maha Esa; Tidak ada Ilah melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (al-Baqarah, 163).
)لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَـهٍ إِلاَّ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَإِن لَّمْ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ(  -المائدة: 73-
”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:"Bahwanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Ilah (yang kelak berhak disembah) selain Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”. (al-Maaidah, 73).
Namun yang penting dalam pembahasan tauhdi ini adalah dengan adanya jiwa tauhid dalam hati, maka akan terbentuklah berbagai motivasi, dengan kekuatan tauhid maka seseorang akan takut hanya kepada Allah Swt, bekerja lillah ta’alah bukan untuk atasan, penilaian-penilaian manusia tidak dihiraukan, melainkan yang ditakutkan adalah penilaian Allah di akhirat kelak. Dengan jiwa tauhdi ini ia memiliki keberanian yang hebat untuk menghadapi cobaan, cabaran, tantangan dan rintangan hidup ini.
)وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ( -الذاريات: 56 -.
“Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu.”  (Adz-Dzaariyaat : 56)
)وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ( -الأنبياء: 25-.
Maksudnya : “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : Bahawasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekelian akan Aku.”  (Al-Anbiyaa : 25)
Itulah makna dan kakekat kalimiat tauhid, jadi ia bukanlah sekedar ucapan lisan tanpa ilmu dan amalan, bukanlah sekedar keyakinan tanpa aplikasi tuntuan dan persyaratan, tetapi ia adalah kalimat yang mulia mengandung makna yang kekekat yang agung yang wajib di pelajari dan diketahui, dan keonsekwensi yang harus diaplikasikan.
Semogah Allah Ta’ala membimbing kita semua untuk memahmai kalimat tauhid dan mengamalkan dalam kehidupan sehari hari.
            بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل الله مني ومنكم تلاوته إن هو السميع العليم، أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم، ولسائر المسلمين والمسلمات، والمؤمنين والمؤمنات، فاستغفروه ...
الخطبة الثانية:
          الحمد لله حمدا كثيرا كما أمر، وأشهد أن لا إليه إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمد عبده ورسوله، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
أما بعد: فيا عباد الله اتقوا الله.
أيها المصلون جماعة أوسم رحمكم الله:
جاء في المعاجم أن التوحيد مصدر: وحّد الشيىء يوحده توحيداً، وكلمة وحد تدل على التفرد، وعدم النظير والمثيل للشيىء فيما اختص به، وتقول العرب: واحد وأحد، ووحيد، أي منفرد، فالله تعالى واحد، أي منفرد عن الأنداد والأشكال في جميع الأحوال، فالتوحيد هو العلم بالله واحدا لا نظير له، فمن لم يعرف الله كذلك، أو لم يصفه بأنه واحد لا شريك له، فإنه غير موحد له.
والمقصود بالتوحيد هو تحقيق معنى شهادة (أن لا إله إلا اله وأن محمدا رسول الله). إذن، فيُعدُّ المعنى اللغوي والديني للتوحيد في منتهى الوضوح لنهوضه على قضية أساسية واحدة، هي "أن الله واحد".
وإن مشكلة الألوهية من أعقد القضايا الميتافيزيقية وأقدمها، عالجها الإنسان أولا على الفطرة، ثم أخذ يتعمق فيها ويفلسفها. وهي من أهم جوانب البحوث الفلسفية القديمة والحديثة معا، كما أنها احتلت في الوقت نفسه جزءا هاما من تراث الأديان السماوية (اليهودية، المسيحية، الإسلام)، وقد مالت اليهودية إلى التجسيم ، فشبهوا الخالق بالمخلوق، ومالت المسيحية إلى التجريد، حتى صار إلهها غير معقول، فاخترعت له فكرة (الثالوث) حتى يقدر البشر على تصوره.
بينما اتخذ الإسلام أعدل الطرق وأوضحها وأكثرها فاعلية، فوقف وسطا بين هؤلاء وأولئك، فنزه الله عن تجسيد اليهودية وعن تجريد المسيحية، وأخبر عن ذلك بأنه سبحانه: ]لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ[ -سورة الشورى، الآية:11-. فالإله ليس ذاتا مبهمة مجهولة على نحو ما تصوّره المذاهب الفلسفية التجريدية، وليس هو فكرة خيالية أو معنى ذهنيا كما ترى الفلسفة الهندية. وليس هو صورة عقلية مجردة من صفة الإرادة والخلق والتأثير والعناية بالكون كما يقرر مذهب أرسطو. وليس هو هذا الأول الذي يمثل نقطة رياضية موهومة مجردة عن كل محتوى كما يحلو لأفلوطين أن يقول عن أوله.
كذلك فإن الإله في التصور الإسلامي ليس ذاتا محدودة مجسّدة، وليس ذاتا قابلة للحلول في الكائنات المادية المحسوسة على نحو ما تُقرّر مذاهب التجسيد المسرفة، إنما الإله في الإسلام هو الحقيقة الأحدية الصمدية التي ليس كمثلها شيء، هو ذات لا كالذوات التي يراها الحس أو يتخيلها الوهم، لأنها لو وقعت في دائرة الخيال –مهما امتد واتسع– فهي بهذا المعنى محدودة مقيدة([1]). وكذلك فإن الإله في التصور الإسلامي ليس كما صوره الإسماعيلية الباطنية الذين فلسفوا فكرة الألوهية فكرة دقيقة وعميقة، حيث تقوم فلسفتهم الإلهية على أساس أن العقل الإنساني لا يستطيع أن يدرك حقيقة الذات الإلهية، وليس لهذه الذات صفات، وإنما تنصب الصفات على العقل الأول الذي أبدعه الله، فهم بهذا أشد تعطيلا من المعتزلة، وإن حاولوا أن يدفعوا هذه الشبهة عن أنفسهم.
وعلى أيه حال، فإن معرفة الله والإقرار بوجوده أمر ضروري فطري في الإنسان، إذ كل واحد من بني آدم يقر بوجود الخالق ويعترف به، وذكر ابن القيم: "أن وجود الرب –تعالى- أظهر للعقول والفطرة من وجود النار، ومن لم تر ذلك في عقله وفطرته فليتهمهما". وهذا ما قرره جمهور أهل السنة العلماء من المسلمين. والعقلاء من علماء أوربا. وأما ما يظهر على بعض الملحدين من الكفر بالله فهو أمر طارئ على الفطرة، وانحراف عن الطبيعة البشرية والإنسانية. فكان هناك من ينكر الألوهية من بين قريش وغيرهم وهؤلاء قالوا بالطبع الحي والدهر المفني ، وأخبر عنهم القرآن الكريم في قوله: )وَقَالُوْا مَاهِيَ إِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلاَّ الدَّهْرُ وَمَالَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلاَّ يَظُنُّوْنَ( -سورة الجاثية، 24-. وهؤلاء هم الذين يسميهم الشهرستاني معطلة العرب، إذ لم تهدهم عقولهم إلى الإقرار بالخالق والدار الآخرة ، فكأنهم عطلوها ولم ينتفعوا بها.
          وقد ازدادت في آونة الأخيرة تحدّيات للعقيدة الإسلامية. حيث دأب البشر منذ القدم على الولع بمعرفة الحوادث المستقبلة عن الكنون والإنسان، وسلكوا في سبيل نيل هذه المعرفة طرقا شتى كالاستعانة بالجن، وممارسة نوع من الرياضيات الذهنية والبدنية. ومن أعمال الكفر السحر، فلا يجوز للمسلم أن يتعلمها لأنها من الموبقات، وعلى هذا فإنه أيضا لا يجوز بل يحرم تصديق العرافين والكهنه الذين يقولون بعلم الغيب ويقولون على الله مالا يعلمون، وقد ثبت في الحديث أن النبي e قال:" من أتى عرافا أو كاهنا قصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد " وقد اعتكف بعض المسلمين على أبواب السحرة والكهنة يسألونهم عن أمور لا يعلمها إلا الله، ويطلبون منهم مالا يقدر عليه إلا الله عز وجل من الولد والزوج، ولا شك ليس بعد هذا الضلال إلا ضلالا ومن أتاهم أيضا. كما ثبت عن النبي eأنه قال:"من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة". فعلى المسلم أن يعتمد على الله ويوكل أمرَه إلى الله ويطلب الشفاءَ منه سبحانه.
          وكذلك من أعمال الكفر الكهانة،   وهي ادعاء علم الغيب كالإخبار بما يقع في الأرض، مع الإستناد إلى سبب، فالله هو المتفرد بعلم الغيب، فمن ادّعى مشاركته بشئ من ذلك بكهانه أو غيرها ، أو صدق من يدعي ذلك، فقد جعل لله شريكا فيما هو من خصائصه، وهو مكذب لله ولرسوله. وكثير من الكهانة المتعلقة بالشياطين لا تخلوا من الشرك والتقرب الى الوسائط التي يستعين بها على دعوى العلوم الغيبيه. فالكهانه شرك من جهة دعوى مشاركة الله في علمه الذي اختص به، ومن جهة التقرب الى غير الله ...
.....    قال تعالى في كتابه العزيز: )إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً( -الأحزاب، 56          -.
          اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، كما صليت وسلمت على سيدنا إبراهيم، وعلى آل سيدنا إبراهيم في ا لعالمين، إنك حميد مجيد.
          وارض اللهم عن خلفاء نبيك أمير المؤمنين أبو بكر، وعمر، وعثمان، وعلي. وعن بقية الصحابة القرابة والتابعين، وتابعي التابعين، وتابعيهم بإحسان إلى يوم الدين، وعنا معهم وفيهم برحمتك يا أرحم الراحمين.
          اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، إنك سميع قريب مجيب الدعوات، وقاضيَ الحاجات.
اللهم انصر ملكنا: Yang di- Pertuang Besar Negeri Sembilan Darul Khusus, Tuanku Mukhriz Ibni al-Marhum Tuanku Munawwir.  وأيده ووفقه لما تحبه وترضاه، وأيد بوجوده مكايد أهل الظلم والكفر والخذلان.
اللهم ارزق العون والتوفيق،  Dato’ Kelana Petra Haji Mubarak bin Dohak   المعروف بأنودانغ لواق سوعاي أوجوع، وأيّده ووفِّقْه لما تحبه وترضاه، بحرمة من أرسلته للعالمين رحمة وبشرى، وداعيا إلى الله بإذنه وسراجا منيرا.
Ya Allah, Engkau berkatilah Universiti Sains Islam Malaysia serta warganya. Jadikanlah kami dalam kalangan hamba-hamb-Mu yang sentiasa mendapat hidayah. Serta jauhkanlah kami daripada bala bencaca dan ancaman wabak mudarat serta segala penyakit. Sesungguhnya Engkaulah tempat kami memohon dan mengharapkan pertolongan.
عباد الله، إن الله يأمر بالعدل والإحسان، وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي، يعظمكم لعلكم تذكرون، فاذكروا الله العظيم يذكركم، واشكروه على نعمه يزدكم، واسألوه من فضله يعطكم، ولذكر الله أكبر، والله يعلم ما تصنعون.
أقيموا الصلاة ...





([1]) انظر: د. محمد السيد الجليند، 2000م، قضية الألوهية بين الدين والفلسفة، ص 13، دار قباء للطباعة والنشر والتوزيع، القاهرة. د. محمد الأنور السنهوتي، 1987م، دراسات في علم الكلام، 60-75، دار الثقافة العربية، القاهرة.

0 komentar:

Post a Comment