Wednesday, December 23, 2009

MENILAI KEBAHAGIAAN

Drs. KH. Nurdin Marjuni
Pembina Yayasan Wahba an-Nur
Ma'had Syawarifiyyah Jakarta

Pengertian Bahagia
         Kebahagiaan dalam bahasa arab disebut " اَلسَّعَادَةُ ", dan dikenal juga dengan kata " اَلْفَلاَحُ " atau " اَلْفَوْزُ ". Dengan demikian, bahagia memiliki makna kesenangan, kejayaan dan kekekalan dalam kenikmatan dan kebajikan, atau mencapai apa yang dicita-citakan dan yang diingini oleh seseorang. Dan kalimat " اَلْفَلاَحُ " sendiri selalu didengungkan pada azan sebanyak lima kali sehari semalam dengan lafadz "حَيَّ عَلَى الْفَلاَحْ ", yang artinya marilah mencapai kejayaan atau kebahagiaan.
       Semua arti diatas merupakan harapan bagi setiap manusia setelah melewati dan melalui fase-fase sebelumnya. Tujuan akhir dalam hidup ini tersimpulkan dalam suatu ucapan do’a yang tertera dalam firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 201:

 رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  - البقرة : 201 - .

Artinya:
         “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".


Kebahagiaan itu sendiri akan dapat dicapai dengan tiga hal, yaitu:

Pertama: kejiwaan yang baik (Fadhail an-Nafsiah), seperti : berilmu dan berakhlak mulia.

Kedua: jasmani yang baik (Fadhail al-Badaniah), seperti: sehat dan selamatnya jasmani dari penyakit.

Ketiga: lahiriah yang baik (Fadhail al-Kharijiah), seperti: harta yang cukup.
         Dari ketiga hal tersebut, dapat dilihat bahwa yang tertinggi adalah unsur jiwa atau baiknya suatu jiwa yang diisi dengan ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang baik.
         Bila kita berbicara tentang kebahagiaan khusus dalam suatu rumah tangga dapat ditandai dengan empat hal, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan olehad-Dhailami dari Ali ra, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

( أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ ، أَنْ يَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً ، وَأَوْلاَدُهُ أَبْوَارًا ، وَخُلَطَائُهُ صَالِحِيْنَ ، وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِي بَلَدِهِ )

Artinya:
         “Kebahagiaan seseorang terlihat dalam empat hal, yaitu: isteri yang shalihah, anak yang baik budi pekerti dan patuh, pergaulan yang baik dan rejekinya didalam kampungnya”.

Naluri Manusia Untuk Hidup Bahagia
          Semua manusia ingin hidup bahagia, karena begitulah kecenderungan tiap insan yang merupakan kodrat ilahi, namun sebagai pertanyaan bagaimanakah cara untuk menuju kehidupan bahagia ?.
         Sebenarnya, orang yang hidupnya bahagia adalah orang yang hidupnya selalu dalam hidayah dan rahmat Allah SWT serta hidup berkecukupan. Oleh karena itu hendaknya seseorang memperbaiki hubungannya dengan yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta melalui berbagai macam ritual atau ibadah yang telah ditetapkan dalam syariat. Di samping itu tidak lupa untuk hidup rukun dan harmonis dengan sesama manusia. Oleh karena itu seseorang yang hidupnya selalu berada dalam kejayaan dan keberuntungan, niscaya hidupnya selalu dalam petunjuk dan rahmat Allah SWT. Dengan demikian, kehidupan bahagia itu mencakup unsur jasmani dan rohani. Sebab kalau hanya jasmani saja, seperti hidup mewah di mana kebutuhan hidupnya melebihi dari cukup, apa saja mampu ia miliki, rumah megah, mobil mewah, dan perhiasan yang serba lengkap, maka hidup yang seperti ini bukanlah jaminan dan tanda kebahagiaan seseorang. Secara lahiriah kita bisa mengukur bahwa orang tersebut bahagia, namun secara batin bisa saja hatinya sengsara, dan hidupnya terasa kering, karena tidak ada hidayah dan rahmat Allah dalam dirinya. Oleh karena itu, hidup mewah secara materi hanya bersifat sementara, dan tidak dapat dibawa pulang ke akhirat kelak. Maka dalam berdoa hendaklah kita memohon dunia akhirat agar kedua-duanya tercapai. Sebab diantara manusia ada juga yang hanya berdoa supaya hidupnya bahagia didunia saja, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 200:

 فَمِنْ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَـا وَمَا لَهُ فِي الآخِـرَةِ مِنْ خَلَاقٍ - البقرة : 200 - .

Artinya:
          “Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”.
          Anjuran Allah SWT untuk memohon kebahagiaan dunia akhirat disebutkan pada ayat berikutnya, yaitu:

 رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ  - البقرة : 201 - .

Artinya:
          “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
          Firman Allah SWT diatas, dengan gamblang menjelaskan bahwa kebahagiaan sebenarnya terbagi dua pada dua tempat, yaitu: kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Sementara kebahagiaan dunia mencakup segala yang berkaitan dengan keduniaan materi, seperti: kesehatan, rumah yang luas dan indah, isteri atau suami yang baik hati, ilmu yang bermanfaat dll. Adapun kebahagiaan diakhirat tentunya masuk surga yang didalamnya terdapat berbagai macam kenikmatan, hidup yang aman, tenteram dan damai.
          Perlu diperhatikan disini bahwa kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan dua hal penting, yaitu dengan ilmu pengetahuan dan akal :
          Pertama: Ilmu pengetahuan. Seseorang yang ingin mendapatkan kesuksesan dan kejayaan hidup dalam menghadapi kehidupan dunia dan sekaligus akhirat, hendaklah menuntut ilmu penghetahuan. Dan hal ini telah digariskan oleh Imam Syafi`i, dengan untaian katanya:
( مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ )

Artinya:
          “Barang siapa menghendaki kehidupan dunia, hendaklah menyertainya dengan ilmu pengetahuan, dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat hendaklah menyertainya dengan ilmu pengetahuan, dan barang siapa menghendaki kedua-duanya hendaklah menyertainya dengan ilmu pengetahuan”.
           Menurut pandangan Ahli Tasawwuf, kesempurnaan ilmu itu haruslah diiringi dengan jiwa zuhud. Sebagaimana perkataan hukama:

( أَصْلُ الْعِلْمِ الرَّغْبَةُ وَثَمْرَتُهُ السَّعَادَةُ ، وَأَصْلُ الزُّهْدِ الرَّهْبَةُ وَثَمْرَتُهُ الْعِبَادَةُ ، وَإِذَا اقْتَرَنَ الزُّهْدُ وَالْعِلْمُ فَقَدْ تَمَّتِ السَّعَادَةُ ، وَعَمَّتِ الْفَضِيْلَةُ ، وَإِنِ افْتَرَقَا فَيَا وَيْحَ مُفْتَرِقِيْنَ )

Artinya:
          “Keinginan yang kuat merupakan asas ilmu pengetahuan dan hasilnya adalah kebahagiaan. Adapun asas zuhud adalah takut kepada Allah SWT dan hasilnya adalah ibadah. Oleh karena itu, bila zuhud dan ilmu pengentahuan berdampingan satu sama lain, maka kebahagiaan menjadi lengkap, dan kebajikan menyebar luas. Namun bila zuhud dan ilmu berpisah maka sia-sialah keduanya”.
           Sebagian ahli Hikmah berkata: ( اَلْفَقِيْهُ بِغَيْرِ وَرَعٍ كَالسِّرَاجِ يَضِيْءُ الْبَيْتَ وَيَحْرُقُ نَفْسَهُ )

Artinya:
           “Seorang alim ulama tanpa berlaku wara’, seperti halnya lampu yang menerangi sebuah rumah, akan tetapi membakar dirinya sendiri”.
          Kedua: akal. Allah SWT menciptakan akal sebagai dasar pokok bagi tegaknya agama dan tiang bagi tegaknya dunia. Oleh karena itu akal adalah teman dan sahabat bagi setiap manusia, dan kebodohan adalah lawan bagi manusia. Sebagaimana yang disinyalir oleh sastrawan arab dengan mengatakan: ( صَدِيْقُ كُلِّ امْرِئٍ عَقْلُهُ ، وَعَدُوُّهُ جَهْلُهُ )

Artinya:
          “Sahabat setia bagi setiap manusia adalah akalnya, dan musuhnya adalah kebodohannya”.
          Di lain tempat, ulama menjelaskan bahwa anugerah Allah SWT yang paling baik dan mulia adalah akal, sebagaimana dikatakan oleh ahli balaghah arab:
 ( خَيْرُ الْمَوَاهِبِ الْعَقْلُ ، وَشَرُّ الْمَصَائِبِ الْجَهْلُ )

Artinya:
           “Sebaik-baiknya pemberian Allah SWT adalah akal, sedangkan sejelek-jeleknya musibah adalah kebodohan seseorang”.
           Jika akal seseorang sempurna, maka akan sempurna baginya tiga hal: selesai problematika hidupnya, tercapai cita-citanya, dan berhasil apa yang ia bangun dan dirintis. Hal ini disinyalir oleh seorang ulama yang bernama Shaleh bin Abdul Qudus:

( إِذَا تَمَّ عَقْلُ الْمَرْءِ تَمَّتْ أُمُوْرُهُ ، وَتَمَّتْ أَمَانِيْهِ ، وَتَمَّتْ بِنَاءُهُ )

Artinya:
           “Jika akal seseorang sempurna, maka akan sempurna urusan-urusannya, cita-citanya, dan apa yang ia bangun dan rintis”.
           Pada hakikatnya akal itu merupakan cahaya hati. Rasulullah Saw. bersabda:

( اَلْعَقْلُ نُوْرٌ فِي الْقَلْبِ ، يُفَرِّقُ بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ )

Artinya:
          “Akal merupakan cahaya hati, yang dapat membedakan antara sebuah kebenaran dan kebatilan”.
           Oleh sebab itu, merupakan suatu kelaziman bagi setiap orang yang meningkat akal dan ilmu pengetahuannya, akan makin bertambah dekat kepada Allah SWT, serta makin mulia kedudukannya disisi-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

( يَا عُوَيْمِرُ ازْدُدْ عَقْلاً تَزْدَدْ مِنْ رَبِّكَ قُرْبًا ، قُلْتُ بِأَبِيْ أَنْتَ وَأُمِّيْ ، وَكَيْفَ لِي بِذَلِكَ ؟ قَالَ : اجْتَنِبْ مَحَارِمَ اللهِ وَأَدِّ فَرَائِضَ اللهِ تَكُنْ عَاقِلاً ، ثُمَّ تَنَفَّلْ بِالصَّالِحَاتِ مِنَ الأَعْمَالِ تَزْدَدْ فِي الدُّنْيَا عَقْلاً وَتَزْدَدْ مِنْ رَبِّكَ قُرْبًا وَبِهِ عِزًّا )

Artinya:
           “Wahai Uwaimir!, tambahlah akalmu niscaya kamu akan bertambah dekat dengan Tuhanmu. Saya katakan kepada Rasulullah Saw.: demi ibu bapakku, bagaimanakah caranya? beliau menjawab: jauhilah hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT. Dan tunaikanlah kewajiban-kewajiban kamu terhadap Allah SWT. Dan laukanlah amalan-amalan yang shaleh, maka niscaya akalmu akan bertambah banyak, dan kamu akan semakin dekat dengan Allah SWT”.
            Uraian-uraian diatas telah menjelaskan bahwa untuk mencapai kebahagiaan di dunia dapat dicapai dengan melalui dua aspek, yaitu: ilmu pengetahuan dan akal sehat. Sehingga pada akhirnya ia akan mendapatkan surga Allah SWT, sebaimana jaminan-Nya dalam surah Hud ayat 108:

( وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتْ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ ) – هود : 108 - .

Artinya:
            “Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya”.


Peta Dan Jalan Kebahagiaan
           Jalan menuju kebahagiaan terbentang sangat luas, setiap manusia berhak melalui jalan dan jalur tersebut tanpa terkecuali, baik kebahagiaan didunia ataupun kebahagiaan akhirat, yang tentunya akan disesuaikan dengan kecil atau besarnya perjuangan dan pengorbanan yang diberikan seseorang. Sebab hasil atau bobot yang didapat selalu bergantung kepada usaha dan energi yang dikeluarkan oleh setiap manusia.
            Adapun jalan untuk mencapai kebahagiaan tersebut dapat dilalui dengan beberapa langkah berikut ini:
a. Berani menempuh suatu kesulitan, karena hidup manusia dipenuhi oleh berbagai macam kesulitan dan tantangan yang merupakan ranjau-ranjau kehidupan. Oleh sebab itu dalam menghadapi rintangan-rintangan diperlukan perjuangan yang tinggi dan tanpa kenal lelah. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman Allah SWT dalam al-balad ayat 12-18:

( وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ ، فَكُّ رَقَبَةٍ ، أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ ، يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ ، أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ ، ثُمَّ كَانَ مِنْ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ ، أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ ) – البلد : 12-18 - .

Artinya:
            “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?(yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari (kelaparan (kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan (ahli surga)”.

b. Bertaqwa. Yaitu berusaha memiliki sifat-sifat orang yang bertaqwa (al-Muttaqin). Sebagaimana yang sebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 1-5:
 أَلَم ، ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ ، الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ ، وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ ، أُوْلَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ  - البقرة : 1-5 .

Artinya:
            “Alif laam miin, Kitab (Al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur`an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung”.
           Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang hidupnya dipenuhi dengan ketaqwaan selalu mendapatkan petunjuk Allah SWT. Dan di akhirat kelak akan bahagia hidupnya. Dijelaskan juga bahwa orang-orang yang bertaqwa memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri tertentu, seperti: beriman kepada hal-hal gaib, mendirikan shalat, menginfakkan sebagian harta benda, beriman kepada kitab suci al-Qura’an serta kitab-kitab lain yaitu: kitab Taurat, Injil dan Zabur, dan percaya dengan penuh keyakinan akan akhirat.

c. Teguh iman dan berhijrah serta berjihad menegakkan kalimat Allah SWT. Dengan cara mengorbankan harta kekayaan dan jiwa raganya, sebagaimana firman Allah SWT. Dalan surah at-Taubah ayat 20-22:
 الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْفَائِزُونَ ، يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ ، خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ  - التوبة : 20-22 - .
Artinya:
           “orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padaNya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”.

d. Berbuat kebajikan dan mengikuti para pendahulu yang pertama-tama memeluk agama Islam dari kaum Muhajirin dan Anshar. Sebagaimana yang disebutkan dalam surah at-Taubah ayat 100:

 وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ  - التوبة : 100 - .

Artinya:
           “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”.

e. Menepati janji-janjinya terhadap Allah SWT, sebagaimana yang disebutkan dalam surah at-Taubah ayat 111:

 إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنْ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمْ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنْ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمْ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ  - التوبة : 111 - .
Artinya:
            “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”.

f. Mencari karunia Ilahi dan berzikir selepas menunaikan ibadah shalat. Hal ini telah dijanjikan Allah SWT melalui firman-Nya dalam surah al-Jum’ah ayat 10:
 فَإِذَا قُضِيَتْ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ  - الجمعة : 10 - .

Artinya:
           “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (berbahagia)”.

g. Meminta hidayah (petunjuk) Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Fatihah ayat 6-7:

 اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمـَ ، صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ  - الفاتحة : 6-7 - .

Artinya:
            “Tunjukilah kami jalan yang lurus,(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.

h. Melakukan amalan-amalan shaleh. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah an-Nahal ayat 97:
 مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ  - النحل : 97 - .

Artinya:
           “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.


Hakikat Bahagia
           Pembahasan sebelumnya telah banyak disinggung tentang kebahagiaan, namun sebagai bahan pertanyaan disini adalah apakah hakikat dari kebahagiaan itu sendiri?.
         Sebenarnya bila dicermati, aspek-aspek kebahagiaan itu merupakan cerminan dari akhluqul karimah, yaitu: budi pekerti, etika, moral, mental dan adab sopan santun yang mulia dan terhormat. Jadi seorang mukmin yang benar-benar hidupnya bahagia adalah mukmin yang berperilaku baik bagi sesamanya, serta menjalankan seruan dan perintah agama, firman Allah SWT. Dalam surah al-Mu’minun ayat 1-11 disebutkan:
 قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ، وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ ، وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ ، وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ، إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ، فَمَنْ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْعَادُونَ ، وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ ، وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ ، أُوْلَئِكَ هُمْ الْوَارِثُونَ ، الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ  - المؤمنون : 1-11 - .
Artinya:
            “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya”.
           Dari uraian ayat diatas dapat dipahami bahwa hakekat kebahagiaan mencakup tujuh hal, yaitu:
1. Orang yang imannya kuat dan sempurna.

2. Orang yang shalatnya khusyu’.

3. Orang yang bersikap acuh terhadap hal-hal yang sia-sia belaka.

4. Orang yang terjaga kemaluan dan kehormatan dirinya.

5. Orang yang amanah dan janjinya ditepati.

6. Orang yang menjaga ibadah shalatnya.

7. Orang yang dapat meraih surga firdaus.

           Point ketujuh diatas dapat dicapai melalui keimanan yang kuat dan amal shaleh, sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dalam surah al-Kahfi ayat 107-108:

 إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا ، خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا  - الكهف : 107-108 - .

Artinya:
            “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya”.
            Dengan demikian seseorang tanpa iman tidak bermakna hidupnya. Dan tanpa amal shaleh akan sia-sia perbuatan-perbuatan yang ia lakukan dalam kehidupan dunia ini. Oleh karena itu kedua-duanya harus dimiliki oleh setiap insan manusia. Sebab iman tanpa amal shaleh tidak cukup, dan sebaliknya amal shaleh tanpa iman akan tertolak, serta pahalnya tidak diterima di sisi Allah SWT. Iman adalah pondasi hidup seseorang, sedangkan amal shaleh merupakan hasil iman, maka seseorang yang hidupnya tanpa keimanan akan hidup tak menentu arah dan tujuannya. Begitu juga halnya seseorang yang hidupnya tanpa amal shaleh tidak akan membuahkan apa-apa di akhirat kelak. Allah SWT berfirman dalam surah Yunus ayat 26:

 لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ  - يونس : 26 - .

Artinya:
           “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya”.
             Ayat diatas menjelaskan tentang keistimewaan orang mukmin yang beramal shaleh dengan mendapatkan jaminan yang termahal di akhirat yaitu balasan surga, dan ia kekal didalamnya.

Wallah A'alam
Jakarta




0 komentar:

Post a Comment